Subscribe

Powered By

Powered by Blogger

Sabtu, Februari 28, 2009

wujud sebuah cinta

Ada sebuah cerita:

Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan hangat yang muncul di hati saya ketika saya bersandar dibahunya.
Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa pernikahan. Saya harus akui, bahwa saya mulai merasa lelah, alasan-alasan saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.
Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-bener sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan. Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitif-nya kurang dan ketidak mampuannya dalam membangun suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.

Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian.
"Mengapa?". dia bertanya dengan terkejut. "Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan" Dia terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.
Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya?
Dan akhirnya dia bertanya, "Apa yang dapat saya lakukan untuk merubah pikiranmu?". Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan.
"Saya punya pertanyaan, jika kamu dapat menemukan jawabannya di dalam hati saya, saya akan merubah pikiran saya. Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung dan kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan melakukannya untuk saya?"
Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok." Hati saya langsung gundah mendengar responnya.


Keesokan paginya, dia tidak ada dirumah, dan saya menemukan selembar kertas dengan coretan-coretan tangannya dibawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan.
"Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya."
Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya, saya melanjutkan untuk membacanya.

"Kamu bisa mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program di PC-nya dan akhirnya menangis di depan monitor, saya harus memberikan jari-jari saya supaya bisa membantumu dan memperbaiki programnya."

"Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar rumah, dan saya harus memberikan kaki saya supaya bisa mendobrak pintu, dan membukakan pintu untukmu ketika pulang."

"Kamu suka jalan-jalan ke luar kota tetapi selalu nyasar di tempat-tempat baru yang kamu kunjungi, saya harus menunggu di rumah agar bisa memberikan mata saya untuk mengarahkanmu.”

"Kamu selalu pegal-pegal pada waktu 'teman baikmu' datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal.”

"Kamu senang diam di rumah, dan saya selalu kawatir kamu akan menjadi 'aneh'. Dan saya harus membelikan sesuatu yang dapat menghiburmu di rumah atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yang aku alami.”

"Kamu selalu menatap komputermu, membaca buku dan itu tidak baik untuk kesehatan matamu, saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu.”

"Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajahmu"

"Tetapi sayangku, saya tidak akan mengambil bunga itu untuk mati. Karena, saya tidak sanggup melihat air matamu mengalir menangisi kematianku.”

"Sayangku, saya tahu, ada banyak orang yang bisa mencintaimu lebih dari saya mencintaimu.”
"Untuk itu sayang, jika semua yang telah diberikan tanganku, kakiku, mataku, tidak cukup bagimu, aku tidak bisa menahan dirimu mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakanmu.”


Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk membacanya.

"Dan sekarang, sayangku, kamu telah selesai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkanku untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri disana menunggu jawabanmu.”
"Jika kamu tidak puas, sayangku, biarkan aku masuk untuk membereskan barang-barangku, dan aku tidak akan mempersulit hidupmu. Percayalah, bahagiaku bila kau bahagia.”

Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaanku.
Oh, kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih dari dia mencintaiku.
Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari hati kita karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu. Karena cinta tidak selalu harus berwujud "bunga”.




sumber: Oong

13 komentar:

  1. Kurang lebih mirip dg pengalaman sy. Sy suka merasa kl suami sy itu terlalu cuek, gak ada romantis2nya. Pernah bbrp kali protes. Jawabannya suami sy cukup simpel tp mengena... Katanya "ayah emang susah buat ngomong romantis, tp apapun & kapanpun bunda butuh ayah, ayah selalu bantuin kan?". Dipikir-pikir bener juga y.. Malah suami sy akhirnya pernah coba nurutin keinginan sy untuk jd org yg romantis. Hasilnya sy malah merasa aneh, krn gak biasa ngeliat ayah spt itu. Heheheh emang sy nya aja yg banyak maunya y. Hihihi... Jd skrg gak protes2 lagi deh..

    BalasHapus
  2. Cinta tidak harus berwujud bunga? Good.

    BalasHapus
  3. akhirnya setelah ditunggu2 artikel aku dimuat juga terima kasih bapak moderator

    BalasHapus
  4. wah, sangat menarik sekali, apalagi barusan saya lagi ada sedikit salah paham dengan istri. berarti saya mesti menghargai apa yang dilakukan istri, karena pasti itu semua menunjukkan bahwa dia cinta dengan saya. thx atas tulisannya membuat saya harus belajar lagi.

    BalasHapus
  5. Cinta ... bagian dari Naluri
    Artikel yang bagus
    http://www.abdurrohim.web.id

    BalasHapus
  6. benar sekali mas Supri cinta itu bukan mengharapkan sesuatu dari orang yg kita cintai tetapi memberi tanpa mengharapkan imbalan. Mengasihi tanpa mengharap balas budi. Tidak mudah memang karena sering yg terjadi adalah lebih pada memuaskan ego kita semata. good Post mas supri. btw, thanks for the visit to BLOG MOTIVASI SUKSES

    BalasHapus
  7. aih aihhhh mas,,, keren mas..
    terharu saya bacanya ..
    hiks hiks hiks

    thanks

    BalasHapus
  8. VERY nice content, thanks a lot to the author.

    BalasHapus
  9. cerita yang sangat bagus..
    saya ikut terharu membaca nya.

    BalasHapus
  10. memang kadang kita merasa kalo cinta yang di miliki pasangan kita itu telah hilang...
    padahal secara tidak sadar cara pernyataan cinta nya itu berubah bukan menghilang.

    BalasHapus
  11. artikel yang sangat bagus..
    kita tidak boleh ragu akan cinta yang di miliki oleh pasangan kita.

    BalasHapus
  12. jawaban yang sangat mengesankan....
    jangan pernah mergukan cinta yang di miliki pasangan kita.

    BalasHapus
  13. uuuuhhh mengharukan...
    ya, memang.. aku juga pernah merasakan, aku juga pernah mengalami sperti artikel luar biasa di atas, memang.. cinta itu tak harus berwujud bunga, terkadang kita tak menyadari seseorang itu telah berbuat untuk kebaikan kita tanpa kita sadari..
    nice share.. aku terharu..
    :')

    BalasHapus