Subscribe

Powered By

Powered by Blogger

Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan

Kamis, Mei 07, 2009

tersenyumlah dengan "hati-mu"

Kisah ini saya angkat, agar kita bisa belajar bagaimana tersenyum dengan ikhlas dan tanpa pamrih, silahkan dibaca dengan hati yang tenang... hilangkan semua beban kita sejenak.

Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi. Sang Dosen sangat inspiratif, dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang memilikinya.

Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi nama "Smiling." Seluruh siswa diminta untuk pergi ke luar dan memberikan senyumnya kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi mereka. Setelah itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan di depan kelas. Saya adalah seorang yang periang, mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang. Jadi, saya pikir,tugas ini sangatlah mudah.

Setelah menerima tugas tersebut, saya bergegas menemui suami saya dan anak bungsu saya yang menunggu di taman di halaman kampus, untuk pergi ke restoran yang berada di sekitar kampus. Pagi itu udaranya sangat dingin dan kering. Sewaktu suami saya akan masuk dalam antrian, saya menyela dan meminta agar dia saja yang menemani si Bungsu sambil mencari tempat duduk yang masih kosong.

Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, mendadak setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan orang yang semula antri di belakang saya ikut menyingkir keluar dari antrian.

Suatu perasaan panik menguasai diri saya, ketika berbalik dan melihat mengapa mereka semua pada menyingkir? Saat berbalik itulah saya membaui suatu "bau badan kotor" yang cukup menyengat, ternyata tepat di belakang saya berdiri dua orang lelaki tunawisma yang sangat dekil! Saya bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali.

Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang lebih pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya, dan ia sedang "tersenyum" kearah saya.
Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam, tapi juga memancarkan kasih sayang. Ia menatap kearah saya, seolah ia meminta agar saya dapat menerima 'kehadirannya' di tempat itu.

Ia menyapa "Good day!" sambil tetap tersenyum dan sembari menghitung beberapa koin yang disiapkan untuk membayar makanan yang akan dipesan. Secara spontan saya membalas senyumnya, dan seketika teringat oleh saya 'tugas' yang diberikan oleh dosen saya. Lelaki kedua sedang memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri di belakang temannya. Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah "penolong"nya. Saya merasa sangat prihatin setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian itu kini hanya tinggal saya bersama mereka,dan kami bertiga tiba-tiba saja sudah sampai di depan counter.

Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada saya apa yang ingin saya pesan, saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan. Lelaki bermata biru segera memesan "Kopi saja, satu cangkir Nona." Ternyata dari koin yang terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli oleh mereka (sudah menjadi aturan di restoran di sini, jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus membeli sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan badan.

Tiba-tiba saja saya diserang oleh rasa iba yang membuat saya sempat terpaku beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka mencari tempat duduk yang jauh terpisah dari tamu-tamu lainnya, yang hampir semuanya sedang mengamati mereka. Pada saat yang bersamaan, saya baru menyadari bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga sedang tertuju ke diri saya, dan pasti juga melihat semua 'tindakan' saya.

Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum dan minta diberikan dua paket makan pagi (diluar pesanan saya) dalam nampan terpisah.

Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke meja/tempat duduk suami dan anak saya. Sementara saya membawa nampan lainnya berjalan melingkari sudut kearah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu untuk beristirahat. Saya letakkan nampan berisi makanan itu di atas mejanya, dan meletakkan tangan saya di atas punggung telapak tangan dingin lelaki bemata biru itu, sambil saya berucap "makanan ini telah saya pesan untuk kalian berdua."

Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya, kini mata itu mulai basah berkaca-kaca dan dia hanya mampu berkata "Terima kasih banyak, nyonya."
Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya berkata "Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian, Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu ke telinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada kalian."

Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan memeluk lelaki kedua sambil terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya merengkuh kedua lelaki itu.

Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang tidak jauh dari tempat duduk mereka. Ketika saya duduk suami saya mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum dan berkata "Sekarang saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang pasti, untuk memberikan 'keteduhan' bagi diriku dan anak-anakku! " Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan saat itu kami benar-benar bersyukur dan menyadari,bahwa hanya karena 'bisikanNya' lah kami telah mampu memanfaatkan 'kesempatan' untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang lain yang sedang sangat membutuhkan.

Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan meninggalkan restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya, mereka satu persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin 'berjabat tangan' dengan kami.

Salah satu di antaranya, seorang bapak, memegangi tangan saya, dan berucap "Tanganmu ini telah memberikan pelajaran yang mahal bagi kami semua yang berada disini, jika suatu saat saya diberi kesempatan olehNya , saya akan lakukan seperti yang telah kamu contohkan tadi kepada kami."

Saya hanya bisa berucap "terimakasih" sambil tersenyum. Sebelum beranjak meninggalkan restoran saya sempatkan untuk melihat kearah kedua lelaki itu, dan seolah ada 'magnit' yang menghubungkan bathin kami, mereka langsung menoleh ke arah kami sambil tersenyum, lalu melambai-lambaikan tangannya ke arah kami.

Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah dengan 'cerita' ini di tangan saya. Saya menyerahkan 'paper' saya kepada dosen saya. Dan keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil dosen saya ke depan kelas, ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkah saya membagikan ceritamu ini kepada yang lain?" dengan senang hati saya mengiyakan. Ketika akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk membacakan paper saya. Ia mulai membaca, para siswapun mendengarkan dengan seksama cerita sang dosen, dan ruangan kuliah menjadi sunyi. Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam membawakan ceritanya, membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah itu seolah ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung, sehingga para siswi yang duduk di deretan belakang di dekat saya di antaranya datang memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan harunya.

Diakhir pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup ceritanya dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis diakhir paper saya .

"Tersenyumlah dengan 'hati-mu', dan kau akan mengetahui betapa 'dahsyat' dampak yang ditimbulkan oleh senyummu itu."


Dengan caraNYA sendiri, Tuhan telah 'menggunakan' diri saya untuk menyentuh orang-orang yang ada di restoran itu, suamiku, anakku, guruku, dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir saya sebagai mahasiswi. Saya lulus dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah saya dapatkan di bangku kuliah manapun, yaitu: "PENERIMAAN TANPA SYARAT."

Banyak cerita tentang kasih sayang yang ditulis untuk bisa diresapi oleh para pembacanya, namun bagi siapa saja yang sempat membaca dan memaknai cerita ini diharapkan dapat mengambil pelajaran bagaimana cara MENCINTAI SESAMA, DENGAN MEMANFAATKAN SEDIKIT HARTA-BENDA YANG KITA MILIKI, dan bukannya MENCINTAI HARTA-BENDA YANG BUKAN MILIK KITA, DENGAN MEMANFAATKAN SESAMA!

Orang bijak mengatakan : Banyak orang yang datang dan pergi dari kehidupanmu, tetapi hanya 'sahabat yang bijak' yang akan meninggalkan JEJAK di dalam hatimu.
Untuk berinteraksi dengan dirimu, gunakan nalarmu. Tetapi untuk berinteraksi dengan orang lain, gunakan HATImu! Orang yang kehilangan uang, akan kehilangan banyak, orang yang kehilangan teman, akan kehilangan lebih banyak! Tapi orang yang kehilangan keyakinan, akan kehilangan semuanya! Tuhan menjamin akan memberikan kepada setiap hewan makanan bagi mereka, tetapi DIA tidak melemparkan makanan itu ke dalam sarang mereka, hewan itu tetap harus BERIKHTIAR untuk bisa mendapatkannya.


Orang-orang muda yang 'cantik' adalah hasil kerja alam, tetapi orang-orang tua yang 'cantik' adalah hasil karya seni. Belajarlah dari PENGALAMAN MEREKA, karena engkau tidak dapat hidup cukup lama untuk bisa mendapatkan semua itu dari pengalaman dirimu sendiri.




sumber: Oong

baca selengkapnya......

Sabtu, Februari 28, 2009

wujud sebuah cinta

Ada sebuah cerita:

Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan hangat yang muncul di hati saya ketika saya bersandar dibahunya.
Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa pernikahan. Saya harus akui, bahwa saya mulai merasa lelah, alasan-alasan saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.
Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-bener sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan. Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitif-nya kurang dan ketidak mampuannya dalam membangun suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.

Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian.
"Mengapa?". dia bertanya dengan terkejut. "Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan" Dia terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.
Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya?
Dan akhirnya dia bertanya, "Apa yang dapat saya lakukan untuk merubah pikiranmu?". Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan.
"Saya punya pertanyaan, jika kamu dapat menemukan jawabannya di dalam hati saya, saya akan merubah pikiran saya. Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung dan kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan melakukannya untuk saya?"
Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok." Hati saya langsung gundah mendengar responnya.


Keesokan paginya, dia tidak ada dirumah, dan saya menemukan selembar kertas dengan coretan-coretan tangannya dibawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan.
"Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya."
Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya, saya melanjutkan untuk membacanya.

"Kamu bisa mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program di PC-nya dan akhirnya menangis di depan monitor, saya harus memberikan jari-jari saya supaya bisa membantumu dan memperbaiki programnya."

"Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar rumah, dan saya harus memberikan kaki saya supaya bisa mendobrak pintu, dan membukakan pintu untukmu ketika pulang."

"Kamu suka jalan-jalan ke luar kota tetapi selalu nyasar di tempat-tempat baru yang kamu kunjungi, saya harus menunggu di rumah agar bisa memberikan mata saya untuk mengarahkanmu.”

"Kamu selalu pegal-pegal pada waktu 'teman baikmu' datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal.”

"Kamu senang diam di rumah, dan saya selalu kawatir kamu akan menjadi 'aneh'. Dan saya harus membelikan sesuatu yang dapat menghiburmu di rumah atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yang aku alami.”

"Kamu selalu menatap komputermu, membaca buku dan itu tidak baik untuk kesehatan matamu, saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu.”

"Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajahmu"

"Tetapi sayangku, saya tidak akan mengambil bunga itu untuk mati. Karena, saya tidak sanggup melihat air matamu mengalir menangisi kematianku.”

"Sayangku, saya tahu, ada banyak orang yang bisa mencintaimu lebih dari saya mencintaimu.”
"Untuk itu sayang, jika semua yang telah diberikan tanganku, kakiku, mataku, tidak cukup bagimu, aku tidak bisa menahan dirimu mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakanmu.”


Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk membacanya.

"Dan sekarang, sayangku, kamu telah selesai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkanku untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri disana menunggu jawabanmu.”
"Jika kamu tidak puas, sayangku, biarkan aku masuk untuk membereskan barang-barangku, dan aku tidak akan mempersulit hidupmu. Percayalah, bahagiaku bila kau bahagia.”

Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaanku.
Oh, kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih dari dia mencintaiku.
Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari hati kita karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu. Karena cinta tidak selalu harus berwujud "bunga”.




sumber: Oong

baca selengkapnya......

Rabu, Februari 18, 2009

Melihat kebaikan dari semua peristiwa, bukan keburukannya

Alkisah disebuah desa ada seorang anak yang sering menggerutu dan marah-marah. dia selalu bersikap seperti itu terhadap peristiwa baik maupun buruk yang menimpa dirinya, bahkan suatu kejadian yang baik maupun buruk, dilihat maupun didengarnya, secara langsung maupun tidak langsung, selalu di komentarinya dengan negatif. Bila ia diperingati oleh orang yang di hormati seperti kepala desa, guru maupun orangtuanya ia akan menggerutu dan berkata "sial-sial, hari ini benar-benar hari yang menyebalkan".

Pada suatu hari si anak penggerutu itu pergi bersama ayahnya menuju desa tetangga untuk menemui sanak saudara mereka disana, ditengah perjalanan mereka melewati sebuah sungai dengan jembatan. Tiba-tiba si anak terpeleset dan jatuh kesungai, ayahnya dengan sigap meloncat kedalam arus yang deras itu dan berhasil menyelamatkan anaknya.


Setelah sampai ditepi sungai si anak yang banyak menelan air tadi nafasnya mulai terengah-engah dan disertai batuk. Kemudian si anak bertanya kepada ayahnya. "Ayah ! mengapa perlu waktu yang lama untuk menyelematkan saya !" katanya, "apakah ayah ingin membiarkan saya mati tenggelam !?" lanjutnya. si ayah terperanjat mendengar kata-kata anaknya sedangkan si anak terus melakukan apa yang dilakukan oleh seorang penggerutu yaitu terus mengomel. Akhirnya ayahnya dengan sikap tenang dan pasrah mengajak anaknya untuk kembali pulang, mereka berdua berjalan dengan tenang, si ayah yang berjalan didepan seolah-olah tak terjadi apa-apa sedangkan si anak yang berjalan dibelakang terus mengomel disepanjang jalan.

Setelah sampai dirumah, mereka berdua membersihkan diri dan berganti pakaian, lalu sang ayah mengambil selembar kertas putih, kemudian membuat suatu titik kecil hitam ditengah dengan tinta, kemudian si ayah memanggil anaknya dan bertanya "anakku coba katakan apa yang kau lihat dari kertas ini." "HITAM !" jawab anaknya, kemudian ayahnya berkata "anakku mengapa engkau seperti itu? di kertas ini lebih banyak putihnya daripada hitamnya, mengapa kau selalu begitu." "mengapa pula kau dengan mudah melihat hal-hal buruk pada orang lain, namun mengapa kau tak pernah melihat kebaikkannya." "anakku sayang, berubahlah"
anaknya terperangah dan malu mendengar nasehat ayahnya, kemudian dia merubah sudut pandangnya sedikit demi sedikit untuk melihat kebaikan dari semua peristiwa bukan pada keburukannya dan akhirnya ia menjadi orang bijak di desa tersebut.


sumber: O'ong

baca selengkapnya......

Sabtu, Januari 10, 2009

saling membantu

Kringgg….kringgg…kringgg….
tit tit – tit tit – tit tit
bunyi alarm saling bersautan
Bunda: “bangun nak, sudah pagi..”
Ade: “mmmmm..nanti bunda”
Bunda: “Ade…. sudah siang, nanti terlambat lo?”
Ade: “….mmmm iya bunda bentar lagi…”
si bunda berupaya terus untuk membangunkan si ade yang masih malas2an untuk bangun, lain halnya dengan kakaknya si Mira yang dari tadi terdengar samar-samar “byur..byur” kadang terdengar suara sumbang, kadang terdengar teriakan “dingiiinn….”
Mira: na na naaa la la laaaaaa……
Dokk!! Dokk!! Dokk!!
Ade: “ kak! Cepetan mandinya! Ade keburu pipis!”
Mira: “la lala naaa… bentar dek, masih belum selesai” dengan nada cuek mira membalasnya
Ade: “aduh kakak, cepetan kak!?”
Bunda: “Mira, cepetan mira kasihan adikmu”
Mira: “iya..iya bentar bunda”
Peristiwa ini hampir setiap pagi terjadi, perlu dibangunkan meskipun alarm sudah di stel, belum lagi berebut kamar mandi.
Nggak lama setelah semua beres akhirnya keluarga pak Totok berkumpul di ruang makan.
“Tik – tik – tik – tik “
Bunda: “makannya pelan-pelan ade?”
Ade: “keburu siang bunda”
Mira: “makanya kalau bangun jangan malas-malasan dong”
Mira: “Bunda, nanti uang saku mira minta ditambah ya” sahut mira sambil melirik bundanya.
Bunda: “Lo kenapa harus ditambah mira?”
Mira: “maaf bunda, kemarin lupa ngomong, kalau hari ini di sekolahan ada pengumpulan dana untuk disumbangkan ke saudara-saudara kita di Palestina” tandas mira
Ade: “Bunda!!, ade juga minta ditambah!?” sahut si ade
Bunda: “gimana Ayah, anak-anak minta uang tambahan” Sambut bunda ke ayah
Ayah: “Boleh, nanti akan ayah tambah tapi seadanya saja, soalnya ayah masih belum gajian”.
Mira+Ade: “Horeeeee!!!!” sahutnya serentak
Bunda: “Kok bilangnya horeee?” tandas bunda sambil mengerutkan alis matanya
Mira+Ade: “Alhamdullillah…terimakasih ayah..hehehe.” Jawab serentak
Ayah: “Kita harus bersyukur karena peristiwa itu tidak terjadi di Negara kita dan kita harus selalu mendoakan semoga permasalahan disana cepat terselesaikan..sehingga anak-anak disana bisa bersekolah dengan tenang, bercanda dan bermain seperti dulu.”
Bunda: “iya anak-anak kita harus banyak-banyak bersyukur dan jangan lupa untuk selalu mendoakan saudara-saudara kita disana.ya?”
Mira+Ade: “iya bunda…” sahut mereka kompak

Merekapun melanjutkan sarapan paginya, sesekali Mira dan ade saling melirik seolah-olah ingin menunjukkan keprihatinannya terhadap kejadian yang sedang di alami oleh teman sebayanya disana, dari kerutan matanya nampak bahwa sebenarnya mereka ingin berbuat sesuatu tapi tidak bisa untuk melakukan.
Ayah: “Anak-anak kok melamun semua? Ayah berangkat dulu ya? Hati-hati nanti dijalan dan jangan nakal, uangnya sudah di bunda”.
Mira+Ade: “i iya Ayah….” Jawab keduanya dengan perasaan kaget
Akhirnya keduanya memberi salam kepada ayahnya, mereka cium tangannya dengan penuh kasih sayang dengan harapan ciumannya bisa memberi motivasi kepada ayah tercintanya. Tidak lama kemudian si Mira dan si Ade berpamitan kepada bundanya untuk berangkat sekolah, mereka sekolah dengan berjalan kaki, kebetulan tempat mereka sekolah tidak begitu jauh dengan rumahnya.
Mereka berjalan beriringan, berjalan bersama sambil bercanda gurau, sesekali menyapa dan tersenyum kepada orang yang melintas didepannya. Kebersamaan terjalin pada keduanya, mereka kelihatan saling melindungi, menghargai dan menghormati kepada saudaranya. Sesampai di depan kelas merekapun berhenti dan sambil memberikan salam.
Ade: “kak, nanti pulangnya ade di tunggu ya”
Mira: “Iya, kalau duluan kamu kakak yang di tunggu ya”
Ade: “beres kak” sahut ade dengan semangatnya
Akhirnya keduanyapun berpisah didepan kelas si Mira menuju ke kelas
2 sedangkan si Ade menuju ke kelas 1, Bel tanda masuk pun berbunyi dan suasana belajar terdengar begitu tenang, sesekali terdengar tawa, nyanyian dan kadang suara MC dari T.U yang memanggil sebagian dari siswa-siswinya. Menit demi manit dilalui, jam berganti jam hingga bel sebagai tanda berakhirnya pelajaranpun berakhir. Nampak dari kejauhan wajah-wajah ceria terlihat, mereka bangga, berlari kasana kemari, saling menyapa dan saling memberi salam… kekompakan dan kebersamaan terlihat dari wajah-wajah mereka.
Ade: “Assalamu’alaikum kak, sudah lama nunggunya”
Mira: “Wa’alaikum salam.. Baru aja kok.” Sahut Mira dengan tersenyum “Ayo kita pulang.”
Ade: “ Ayo kak”
Merekapun kembali beriringin melangkah untuk pulang, tidak pernah bosan-bosannya sambil bercanda,bercerita dan bergurau, hingga pada akhirnya langkah si Ade berhenti.
Mira: “Kenapa berhenti de”
Ade: “lihat kak, dia teman sekelasku…” jelas si ade sambil menunjukan tangannya ke arah yang dimaksud
Mira: “mmm mana? O itu? Kok sepedanya nggak di naikin?” sela mira penuh tanda tanya
Tanpa pikir panjang keduanya mendekati teman si ade yang dari tadi kelihatan memegangi sepedanya.
Ade: “Budi? Sepedamu kenapa?” Tanya ade seketika
Budi: “Oh Ade, nggak tahu tadi di situ terkena paku, jadinya meletus bannya” jelas si budi sambil menunjukkan ke arah paku yang dimaksud
Ade: “Oo kenapa nggak di bawa ke tambal ban yang ada di samping sekolahan kita?” tegas ade ke budi “Rumahmukan jauh?” lanjut Ade
Budi: “Maunya sih, tapi aku tidak punya uang, jadi biar aku pegangi saja”. Jelas si Budi
Mendengar jawaban tersebut akhirnya si Ade menyentuh tangan kakaknya seolah-olah memberi isyarat untuk membantu temannya agar bisa membawa sepedanya ke bengkel. Si Mirapun mengerti maksud dari adeknya.
Mira: “Budi, sebelumnya kakak minta maaf ya… Apa yang dikatakan ade memang benar kalau bisa sepedanya dibawa ke tambal ban saja”
Budi: ‘tapi kak” sahut si budi
Mira: “sudahlah nanti kami yang akan menggantikannya.” jelas mira dengan tegas
Akhirnya ketiganya berjalan bersama menuju bengkel yang dimaksud, setelah sampai disana. Si Budi memberikan sepedanya ke Tukang bengkel,sambil menunggu mereka bercanda gurau.
Tukang ban: “sepedanya sudah selesai dek”
Mira: ‘mm iya pak, Habis berapa pak?” sambung mira
Tukang ban: “3000 saja neng.”
Mendengar harga 3000 mira langsung terkejut, mira sadar bahwa uang yang dibawanya masih kurang, dia langsung melihat adeknya. Si ade pun melihat wajah kakaknya sambil tersenyum, nggak lama kemudian dikeluarkan uang ribuan dari sakunya untuk diberikan ke kakaknya.
Mira: “terimakasih dek”
Akhirnya mira pun membayar uang sejumlah 3000 ke tukang tambal ban
Mira: “ini pak uangnya”
Tukang ban: “terimakasih neng.”
Mira: “sama-sama pak”
Si mira, si ade dan si budi saling berpamitan untuk pulang, mereka berpisah ditempat tersebut, si budi dengan sepedanya langsung pulang sedang mira dan ade pun bergegas pulang dengan berjalan kaki.
Mudah-mudahan dari cerita pendek diatas ada manfaatnya… terimakasih

baca selengkapnya......